MENDUNG DI LANGIT 10 NOVEMBER
aku terbangun saat adzan subuh menghiasi angkasa pagi hari ini. Setelah semalaman lupa waktu, baru jam setengah dua dini hari aku dapat memejamkan kedua mataku. Sesaat aku terduduk, diantara remang-remang kamar ku ku coba untuk melihat dalam gelap. Pagi ini matahari belum menunjukkan keperkasaannya. Tersadar aku bahwa hari ini tanggal 10 November, hari paling bersejarah dalam perjalanan panjang negeri ini dalam memperoleh kemerdekaan. Tepat 64 tahun yang lalu, pecah sebuah pertempuran hebat yang tak kan terhapuskan dari ingatan bangsa ini di kota Surabaya. Pemuda-pemuda Surabaya berjuang dengan segala keterbatasan untuk mempertahankan apa yang menjadi miliknya, milik negeri dan bangsa ini.
Termenung aku sendiri di sudut kamar kecil ini dalam keremangan pagi. Batinku melayang pada sebuah dimensi lain yang tak dapat ku defenisikan. Aku terharu, namun hatiku miris. Lidahku serasa kelu dan hatiku beku tak dapat berbuat apa-apa. Aku meratapi musibah yang silih berganti menerpa negeri ku ini. Belum lagi tingkah para penguasa yang makin menyengsarakan rakyat. Oh negeri yang menyedihkan. Inikah tujuan awal pembentukan republic ini. Politisi sibuk dengan impian-impian memperkaya dirinya sendiri, mereka lupa siapa Bung Karno, siap Bung Hatta, Syahrir, Bung Tomo, Jenderal Sudirman dan jutaan pahlawan tak dikenal yang mempersembahkan sebuah negeri yang diliputi darah dan semangat perjuangan. Kita telah menodai cita-cita kemerdekaan kita.
Pagi ini ku sambut hari pahlawan dengan ditemani mendung yang menutupi langit. Langkahku goyah saat beranjak menuju lapangan. Seperti biasa aku mengikuti upacara hari besar nasional. Tampak sebuah seremonial yang tak bermakna. Semuanya berjalan tanpa bisa ku temukan khidmat yang dapat ku simpan di dalam jiwaku. Ini lah wajah negeri yang begitu mudah melupakan sebuah pengorbanan darah dan nyawa.
Hatiku pedih melihat kenyataan negeriku belakangan ini. Para punggawa keadilan sibuk bertempur saling menjatuhkan. Tak pernah dapat ku pahami apa yang sedang tumbuh di dalam otak mereka. Para penegak yang seharusnya bahu membahu untuk menegakkan keadilan sekarang menjadi tontonan memalukan setiap harinya. Hmmm,,, terkadang aku merasa malu mengakui negeri yang korup ini.
Pagi ini mendung menutupi angkasa, mungkin kah ini sebuah pertanda. Sebuah ungkapan kesedihat bumi pertiwi atas tingkah laku kita. Andaikan aku bisa merasakan dan mendengarkan ratap tangis para pahlawan yang berjuang demi negeri, kupastikan jiwa ku kan melayang dan hati ku tersayat-sayat. Para elit sibuk berpesta, semestara mereka hanya menari di atas negeri yang sakit ini. Dimanakah nurani bangsa yang mengaku beradap ini.
Ku lihat bumi ini berkabung memperingati 64 tahun pertempuran di Surabaya. Dalam hati ku hanya dapat berharap dan selalu berharap, akan kah negeri ini bisa bangkit kembali.???
Kampus UNNES,
Selasa, 10 November 2009
Sekian tentang MENDUNG DI LANGIT 10 NOVEMBER.
Terima kasih.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.