Anak, Antara Indent dan Accident , sebuah renungan. Mengapa anak kita tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita? Bisa jadi adalah karena anak kita anak accident dan bukan anak indent.
Anak, siapa sih keluarga yang tidak mendambakan kehadiran si buah hati. Tentu tidak ada. Karena anak adalah anugerah yang selalu dinanti kehadirannya oleh setiap pasangan suami istri. Kalau toh ada yang tidak menginginkan kehadiran seorang anak, tentu patut ditanyakan tujuan mereka membangun rumah tangga. Sebab unsur rumah tangga salah satunya adalah anak. Karenanya, terasa hampa sebuah keluarga yang tidak ada anak di dalamnya.
Tunggu. Kalau kita berbicara anak, maka yang dimaksud adalah anak dari pasangan suami istri baik itu masih kecil ataupun sudah dewasa. Bukan hanya yang usianya di bawah 10 tahun. Karenanya, jika pun dalam keluarga Anda ada sudah tidak ada orang yang berusia di bawah 10 tahun dan semua penghuni rumah sudah berusia lebih dari 25 tahun, selama dia adalah darah daging Anda, dia masih disebut anak. So, jangan merasa sombong Anda yang sudah bergelar doktor atau bahkan profesor. Selama ayah atau ibu atau keduanya masih hidup maka status Anda adalah anak yang harus menurut kepada keduanya selama dalam kebaikan. Bingung ndak Anda? Bingung ya?
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses. Ia ingin anaknya shalih, shalihah, sekolahnya tinggi, punya pekerjaan yang mapan dan akhirnya mampu ‘ngangkat dhuwur mendhem jero’ atau mampu mengangkat harga diri dan martabat orang tua di hadapan orang lain, bahkan di hadapan Allah. Tetapi ternyata banyak di antara para orang tua yang dikecewakan oleh anaknya sendiri. Jangan mengangkat derajat dan martabat orang tua, sekedar membuat orang tua tidak bersedih pun tidak dilakukan sang anak. Apa yang salah? Kenapa bisa begitu?
Baiklah, kita mulai serius. (Lhoh jadi sejak tadi belum serius ya?) Ndak gitu, tadi juga serius hanya sebagai ilustrasi atau pendahuluan sebelum masuk ke pembahasan yang penting.
Kalau diakui secara jujur banyak anak yang dilahirkan oleh orang tuanya karena accident bukan karena indent. Yah, anak antara accident dan indent lebih banyak accident. Mungkin termasuk saya dan Anda. Yah, mungkin termasuk kita semua.
Stop. Jangan berpikir yang macam macam. Anak yang dilahirkan karena accident bukan berarti anak yang lahir dari rahim seorang ibu tanpa pernikahan yang jelas, atau bahkan anak yang tidak jelas siapa bapaknya, atau jelas bapaknya tetapi lahir sebelum pernikahan. Bukan. Bukan itu yang dimaksud.
Namun, sebelum dilanjutkan pembicaraan kita, saya ingin menyamakan persepsi dulu. Yakni kita semua tentu menyakini bahwa anak itu adalah anugerah atau pemberian Allah. Ok, kalau sudah sama persepsi kita, mari kita lanjutkan pembicaraan.
Sebagai ilustrasi, cobalah lihat sebuah kejadian kecelakaan yan menimpa seseorang. Bisa jadi sebelum berangkat dari rumah, ia sudah berdoa dan mempersiapkan perjalanannya sebaik mungkin. Tetapi karena suatu hal dalam perjalanan ia mengalami kecelakaan.
Sama halnya sepasang suami istri yang melakukan hubungan untuk mendapatkan keturunan. Malam hari bangun lalu keduanya mengadakan ‘pergulatan’ dan akhirnya dari peristiwa malam itu lahirlah Anda atau anak Anda. Jika demikian maka Anda atau anak Anda yang lahir pun tidak beda dengan kecelakaan di perjalanan tersebut. Ya, Anda atau anak Anda lahir dari sebuah kecelakaan. Anda atau anak Anda adalah anak accident bukan anak indent. Apalagi setelah proses kelahiran anak dibiarkan begitu mengalami perkembangan tanpa ada arahan dari Anda sebagai orang tuanya. Bisa dipastikan impian Anda mempunyai anak shaleh atau shalehah tidak akan terujud.
‘Saya orang tua yang tidak ingin menjadi diktator, mengharapkan anak sesuai dengan keinginan kita’ Ini kalimat yang sering kita dengar. Ya, kalau Anda sudah begitu, ya jangan menyesal ketika anak memilih jalan hidupnya sendiri, karena memang Anda tidak peduli dan tidak mengarahkannya.
Berbeda halnya kalau sebelum melakukan hubungan, suami istri sudah mempunyai cita cita yang sama. Mereka rundingkan bersama sehingga apa yang diminta atau didoakan kepada Allah pun sama tentang apa atau bagaimana anak yang kita minta. Jangan istrinya ingin anak perempuan sementara suami menginginkan anaknya lahir laki laki. Jangan pula istrinya ingin anaknya jadi dokter sementara suami menghendaki anaknya jadi insinyur. Kalau dari awal sudah tidak ada kesepakatan, tentu ketika akan mengajukan indent kepada Allah pun akan berbeda pula. Ini namanya tidak pro.
Tidak berhenti sampai di situ, ketika satu indent sudah diajukan kepada Allah, setelah anak lahir dalam perkembangannya cara mendidik pun diarahkan untuk menuju apa yang telah diindent-kan kepada Allah. Ketika seorang suami istri menghendaki anaknya menjadi shalihah, misalnya, maka cara mendidik pun diarahkan kepada hal hal yang menuju anak shalihah. Misalnya, ia perhatikan makanan yang ia suapkan ke anaknya, pemilihan baju dan pendidikan anaknya dan sebagainya. Jika hal seperti itu secara konsisten dilakukan, maka insyaAllah indent kita akhirnya diberikan oleh Allah.
Jadi, mengapa anak kita tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita? Bisa jadi adalah karena anak kita anak accident dan bukan anak indent. Sebelum terlambat, mulai sekarang kita mencoba mendapatkan anak indent dan bukan anak accident.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.